Lebih Baik Naik Vespa
Bagai sebuah mantra, kalimat sakti ini seolah tak ubahnya kebanggaan
Enrico Piaggio, saat memperkenalkan Vespa di tahun 1946.....
Ni gambar-gambar iklan-iklan vespanya gan cekidoooooooooot..........................
......Nah kalo yang ni gambar-gambar vespa yang dah dimodif bisa bermanfaat buat touring selain ntu juga buat angkut-angkut barang....betapa tangguhnya vespa...cekidooot......
Tapi, ngerti ga manteman semua siapa pencipta slogan "Lebih Baik Naik Vespa'?
Iklan ini di buat oleh Nuradi, pria kelahiran Jakarta, 10 Mei 1926, yang
uniknya tidak memperoleh pendidikan formal di bidang periklanan. Di era
60'an, Nuradi (yang mendirikan biro iklan InterVista), melahirkan iklan
skuter Lambretta dalam bentuk slide. Iklan Lambretta pun merupakan
iklan pertama yang diproduksi untuk dapat ditampilkan di
bioskop-bioskop. Ini merupakan prestasi tersendiri pula bagi InterVista.
Lucunya, Nuradi bahkan tidak menemukan slogan yang pas untuk
Lambretta....
Dalam catatan hariannya, Nuradi mengakui bahwa slogan Vespa, tak
terlepas dari kekuatan biro iklan miliknya yang terletak justru pada
akar budidaya Indonesianya....Pendapat ini mungkin benar, kalau kita
perhatikan beberapa slogan yang diciptakan InterVista, seperti:
Produk susu kental manis; Indomilk .... sedaaap.
Produk bir; Bir Anker. Ini Bir Baru, Ini Baru Bir.
Produk rokok putih; Makin mesra dengan Mascot.
Produk skuter; Lebih baik naik Vespa.
Satu hal yang menarik dari iklan-iklanya (terutama iklan Vespa), yaitu
pemilihan bioskop sebagai ruang media. Pada zaman dahulu, ranah TV tidak
memungkinkan menjangkau golongan “fanatik”. Selain karena jumlahnya
sedikit, TV dianggap tidak efektif secara segmetasi. Layar yang juga
lebih lebar ketibang TV, juga di jadikan alasan Nuradi (yang tidak
ingin) iklan yang dibuat sempurna (secara tata warna dan suara) menjadi
tidak nyaman untuk dilihat.
Saat ini, iklan Nuradi masih tersimpan di pusat perfilman Usmar Ismail dan Arsip Nasional RI.
PROFIL PAK NURADI ..
Perintis periklanan ini bernama Nuradi. Lahir di Jakarta, tanggal 10 Mei
1926. Seperti juga banyak pelaku periklanan modern, Nuradi pun tidak
memperoleh pendidikan formal di bidang periklanan. Tahun 1946-1948 ia
masuk Fakultas Hukum, Universitas Indonesia (darurat). Kemudian masuk
Akademi Dinas Luar Negeri Republik Indonesia (1949-1950). Tahun-tahun
berikutnya dia banyak mengenyam pendidikan di Amerika Serikat. Dia
menjadi orang Indonesia pertama yang diterima di Foreign
Service Institute, US State Department, Washington DC. Selanjutnya
belajar penelitian sosial di New School, New York (1952-1954) dan
menyelesaikan studi bidang administrasi publik di Harvard University,
Cambridge, Massachusetts. Kemudian selama setahun belajar bahasa di
Universitas Sorbone dan Universitas Besancon, Perancis.Tahun 1945, dia
juga dikenal sebagai orang pertama diangkat sebagai pegawai negeri di
Departemen Luar Negeri dan di Departemen Penerangan. Yang terakhir ini,
karena ia juga menjadi penyiar siaran Bahasa Inggris di Radio Republik
Indonesia. Antara tahun 1946-1950, dia menjadi juru bahasa pribadi untuk
Bung Karno, Bung Hatta dan Ir. Juanda dan tahun 1949 sempat menjadi
kepala bagian penerjemah pada delegasi Indonesia ke Konperensi Meja
Bundar di Den Haag, Negeri Belanda. Tahun 1950 dia ditunjuk untuk
menjalankan misi khusus ke Uni Soviet dan menjadi anggota perwakilan
tetap Indonesia di markas PBB, New York. Karier sebagai pegawai negeri
telah membawanya terlibat dalam banyak lagi tugas sebagai anggota
delegasi, baik untuk kepentingan nasional, maupun internasional. Dia
mengundurkan diri dari Dinas Luar Negeri pada tahun 1957, untuk
bergabung dengan Perwakilan PRRI Sementara untuk Singapura dan
Hongkong.
Perjalanan hidup Nuradi di dunia periklanan dimulai ketika tahun
1961-1962 mengikuti Management Training Course di SH Benson Ltd.,
London, perusahaan periklanan terbesar di Eropa saat itu. Sedangkan
pengalaman praktek periklanan diperolehnya melalui cabang perusahaan
tersebut di Singapura. Sekembalinya ke Jakarta (1963) dia mendirikan
perusahaan periklanannya sendiri, InterVista Advertising Ltd..
MERINTIS PERIKLANAN DI TV
Keberadaan TV sebagai media baru di Indonesia sejak bulan Agustus 1962,
telah merangsang Nuradi untuk juga menjadikannya wahan periklanan.
InterVisa tercatat sebagai perintis masuknya iklan-iklan komersial di
TVRI. Tahun 1963, tiga iklan pertama (yang masih berbentuk telop) di
media ini, adalah untuk klien-klien berikut:
* Hotel Tjipajung, yang kebetulan milik ayahnya sendiri.
* PT Masayu, produsen alat-alat berat dan truk.
* PT Arschoob Ramasita, yang dimiliki oleh Judith Roworuntu, sekaligus
menjadi pembuat gambar untuk iklan-iklan InterVista. Setahun setelah
itu, muncul iklan skuter Lambretta. Tetapi kali ini, sudah digunakan
bentuk slide, yang juga merupakan rintisan saat itu. Iklan Lambretta pun
merupakan iklan pertama yang diproduksi untuk dapat ditampilkan di
bioskop-bioskop. Ini merupakan prestasi tersendiri pula bagi
InterVista.
Menurut Nuradi, kekuatan InterVista terletak justru pada akar budidaya
Indonesianya. Pendapat ini mungkin benar, kalau kita perhatikan beberapa
slogan yang diciptakan InterVista, seperti:
* Produk susu kental manis; Indomilk ?. sedaaap.
* Produk bir; Bir Anker. Ini Bir Baru, Ini Baru Bir.
* Produk rokok putih; Makin mesra dengan Mascot.
* Produk skuter; Lebih baik naik Vespa.
Periode tahun 1963-1967 InterVista juga tercatat sebagai perusahaan
periklanan pertama yang melakukan adaptasi terhadap film iklan yang
berbahasa Inggris, meskipun proses produksi akhirnya masih dikerjakan di
Singapura. Bahkanpada periode ini, InterVista sudah memiliki sendiri
sutradara untuk membuat film-film iklan para kliennya. Salah satu film
iklan yang sangat sukses saat itu adalah iklan Ardath.
KERJASAMA DENGAN ASING
Meskipun InterVista dianggap sebagai perusahaan periklanan modern
pertama di Indonesia, namun ia ternyata bukanlah yang pertama melakukan
kerjasama dengan perusahaan periklanan asing. Karena tahun 1960,
Franklyn, perusahaan periklanan milik orang Belanda yang kemudian
berganti nama menjadi Bhineka, sudah bekerjasama dengan Young &
Rubicam, salah satu perusahaan periklanan raksasa dari Amerika.
Mengenai kerjasama dengan asing ini Nuradi merupakan salah satu tokoh
yang sangat kuat mempertahankan ke-Indonesia-annya. ?Ini bisa mengantjam
pertumbuhan pers nasional?, katanya, dan ?biro-biro iklan internasional
yang berkeliaran di Jakarta dalam waktu dekat bisa memaksa pers di
Indonesia mendjadi sematjam djuru-bitjara kaum industrialis besar?,
lanjutnya.*( Majalah Tempo, 25 Maret 1972. )
Pada saat itu, memang terjadi semacam gelombang ?anti biro iklan asing?
pada banyak perusahaan periklanan nasional. Peraturan Pemerintah yang
melarang masuknya modal asing dalam industri periklanan pun sudah ada.
Namun penggunaan tenaga asing masih dimungkinkan, meskipun terbatas pada
tiga jabatan saja. Jabatan-jabatan yang dianggap belum sepenuhnya dapat
diisi oleh tenaga-tenaga Indonesia ini adalah Advertising Consultant
(konsultan periklanan di perusahaan periklanan), Advertising Technical
Adviser (penasehat teknis di perusahaan periklanan), dan Advertising
Manager (manajer periklanan di perusahaan pengiklan). Ironisnya, pada
era-globalisasi dan meredanya ?gelombang anti perusahaan periklanan
asing? saat ini, justru jabatan Technical Adviser merupakan satu-satunya
jabatan yang masih diijinkan. Mungkin suatu indikasi terjadinya
peningkatan mutu sumber daya manusia Indonesia dalam industri periklanan
nasional. Selain
Bhineka, perusahaan periklanan Fadjar Kamil juga menjalin kerjasama
dengan Mc Cann-Erickson, perusahaan periklanan raksasa lain, yang juga
dari Amerika Serikat. Namun sulitnya memperoleh tenaga terlatih,
kemudian telah memaksa pula Nuradi dengan InterVisa-nya
melunakkan sikap untuk bekerjasama dengan perusahaan asing. Kebetulan,
dia memilih Mc Cann-Erickson juga sebagai mitranya. Sukses Nuradi,
membawa InterVisa nyaris ke puncaknya, meskipun bukan dalam hal omset*.
Nuradi patut merasa bangga, bahwa InterVista tercatat sebagai perusahaan
periklanan yang sangat disegani, dan unggul dalam hal mutu
karya-karyanya.......
Dan tak ada yang dapat menggantikan suasananya ketika melihat begitu banyak pemandangan alam di kiri kanan jalan saat melakukan perjalanan keluar kota (touring)..........
Tidak aneh jika ada iklan Yamaha selalu didepan, tetapi tetap lebih baik naik vespa
0 komentar:
Posting Komentar